sekilas pertanyaan tentang fisiologi (^_^)

1.      Jelaskan pengaruh pemberian cairan isotonik, hipotonik & hipertonik terhadap cairan tubuh

Jawab
Pada dasarnya pemberian cairan isotonic, hipotonik dan hipertonik ke tubuh merupakan upaya untuk menstabilkan keadaan hemostasis tubuh, dimana proses pertukaran cairan tubuh yang melalui membrane sel yang tergantung oleh osmolaritas, yang bisa dengan pemberian :
a.      Cairan isotonik è osmolaritas tidak berubah
·         Berupa cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,).
·         Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline atau larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). 
·         Ukuran sel akan tetap
b.      Cairan hipotonik è osmolaritas ekstrasel akan menurun
·         Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), terjadi difusi air dari ekstrasel ke intrasel sehingga air larut dalam serum dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan akan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju (cairan intrasel meningkat lebih banyak dari cairan ekstrasel).
·         Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
·         Ukuran sel akan membengkak (hipotonis)
c.       Cairan hipertonik è osmolaritas ekstrasel akan meningkat
·         Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah atau terjadi difusi air dari intrasel ke ekstrasel sehingga cairan ekstrasel lebih banyak dibandingkan cairan intrasel.
·         Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
·         Ukuran sel akan mengkerut (hipertonis)
2.      Jelaskan bagaimana control kardiovaskular dan respirasi pada saat seseorang melakukan exercise
Jawab :
Selama latihan, ada rangsangan predominan yang muncul : (1) peningkatan aktivitas motor Korteks, (2) kontraksi otot dan gerakan tubuh atau gerakan statis, (3) peningkatan konsentrasi ion H+ dan aliran CO2 di paru-paru, (4) peningkatan suhu darah, dan (5) sekresi norepinephrine dan epinephrine dari medulla adrenalis. Mekanisme lain adalah adanya pergeseran HbO2 dissociation curve dan vasodilatasi lokal pada otot.
Keduanya yaitu central command dan ergoreceptors command bekerja    dalam mengatur fungsi kardiorespirasi selama latihan. Metaboreceptors penting dalam keadaan vasokonstriksi aliran darah di otot-otot yang tidak aktif selama kontraksi isometric. Vasokonstriksi ini terjadi akibat dari MSNA dalam respon nya terhadap penurunan glikogen otot dan penumpukan ion H+ dalam otot. MSNA dipengaruhi oleh latihan dinamik yang sedang sampai berat, besarnya ukuran otot, latihan yang ritmik.
a.      Kontrol Kardiovaskuler
Regulasi sistem kardiovaskuler selama latihan statik dan dinamik secara langsung mempengaruhi kontrol neuron dan kontrol refleks neuron.  Ada dua jalur impuls, yaitu yang turun  dari motor region di cerebrum (central command) dan impuls yang ke atas  dari muscle receptors (ergoreceptors command) yang akan menuju ke kardiovaskuler area (Cardiovascular center / CVC) di medulla. Yang kemudian menghasilkan penurunan aktivitas Parasimpatis ke jantung dan meningkatnya aktivitas simpatis ke jantung, pembuluh darah, dan medulla adrenalis. Dan  akhirnya akan meningkatkan cardiac output dan meningkatkan tekanan darah. Kombinasi dari peningkatan keduanya disebut sebagai “exercise pressor reflex”
Pengaturan respon kardiovaskuler terhadap latihan juga diatur oleh beberapa mekanisme kontrol saraf. Ada mekanisme pengaturan yang independent yang mempengaruhi respon kardiovaskuler, dan tidak dibantu oleh pengaruh dari otak. Oleh karena itu terjadi adaptasi kardiovaskular saat exercise, yaitu :
1)      Peningkatan isi sekuncup jantung (cardiac output), karena kenaikan volume sekuncup dan frekuensi denyut jantung yang lebih rendah
2)      Pemulihan denyut jantung permenit dan tekanan darah sesudah exercise maksimal lebih cepat tercapai
3)      Perubahan struktur jantung

b.      Kontrol Respirasi
Pola napas pada saat tubuh menjalani exercise tidak bisa dipertahankan secara otonom karena tubuh kala itu butuh pasokan oksigen lebih banyak dari biasanya, sehingga harus dibantu dengan faktor lain. Respiratory center akan menerima impuls dari motor region di otak, dari central chemoreseptor yang sensitif terhadap perubahan ion H+ dan menerima impuls dari reseptor spesial, termasuk paru-paru, reseptor jalan napas, reseptor CO2  paru, reseptor di otot-otot intercostalis dan diaphragma, metabo dan mechanoreceptors di otot-otot yang aktif dan kemoreseptor perifer. Kesemuanya ini akan menghasilkan penurunan aktivitas Parasimpatis di bronchioles dan meningkatkan impuls ke diaphragma dan otot intercostalis melalui nervous phrenicus dan intercostalis, Akhirnya akan menyebabkan exercise induced hyperpnea, peningkatan frekuensi dan dalamnya napas dan regulasi PO2, PCO2, serta pH. Secara umum, sistem kontrol respirasi diambil alih oleh kerja sistem saraf pusat di bagian bilateral medula oblongata dan pons pada batang otak. Daerah ini dibagi menjadi 3 kelompok neuron utama :
1)      Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal (belakang) medula yang terutama menyebabkan inspirasi.
2)      Kelompok pernapasan ventral, terletak di ventrolateral (depan samping) medula, yang terutama menyebabkan inspirasi dan ekspirasi yang lebih dalam.
3)      Pusat pneumotaksik, terletak di sebelah dorsal bagian superior pons, tepatnya di sebelah dorsal nuklous parabrakialis pada pons bagian atas, yang terutama mengatur kecepatan dan kedalaman napas.
Bila rangsangan pernapasan guna meningkatkan ventilasi paru menjadi lebih besar dari normal, sinyal respirasi yang berasal dari mekanisme getaran dasar di area pernapasan dorsal akan tercurah ke neuron pernapasan ventral. Akibatnya, area pernapasan ventral turut membantu merangsang pernapasan ekstra. Rangsangan area ventral ini berupa rangsangan listrik yang menyebabkan inspirasi dan juga ekspirasi. Tetapi yang paling penting disini adalah sinyal untuk ekspirasi, karena sinyal-sinyal ini langsung dihantarkan dengan kuat ke otot-otot abdomen selama ekspirasi yang sangat sulit. Intinya, pernapasan ventral ini gunanya sebagai pendorong bila dibutuhkan ventilasi paru yang lebih besar, khususnya selama exercise yang berat.
Maka dengan itu akan terjadi hasil adaptasi system respirasi, yang berupa :
1)      Frekuensi pernafasan(ventilasi paru) lebih rendah dan daya difusi lebih tinggi (efisiensi pernafasan)
2)      Kenaikan volume paru dan kapasitas vital paru.

3.      Jelaskan mekanisme pengaturan respirasi ketika PCO2 darah meningkat dan PO2 menurun
Jawab
Area kemosensitif terdapat pada permukaan ventral di medulla oblongata yang sangat sensitive terhadap perubahan PCO2 dan konsentrasi ion hydrogen, yang lebih dikenal dengan Kemoreseptor reflex.
Kemoreseptor refleks mengenali signal dari PCO2, pH, dan / atau PO2. Adanya signal dari bahan-bahan kimia ini membantu pusat pernapasan untuk bekerja. Kemoreseptor perifer terdiri atas glomus karotikum pada percabangan arteri karotis komunis kiri-kanan serta glomus aortikum pada arkus aorta. Reseptor ini peka terhadap peningkatan PCO2 dan penurunan PO2/pH darah. Rangsang pada glomus karotikum diteruskan ke pusat respirasi melalui cabang nervus glosofaringeus, sedangkan rangsang dari glomus aortikum disalurkan melalui cabang asendens nervus vagus.
Akibat perangsangan reseptor ini, ventilasi akan meningkat. Sebaliknya, penurunan PCO2 dan peningkatan PO2 / pH darah menyebabkan impuls ke pusat respirasi berkurang dan ventilasi menurun. Kemoreseptor perifer tidak terlalu sensitif terhadap reduksi PO2 arteri. Kemoreseptor perifer baru berespons apabila PO2 arteri turun sampai 60 mmHg (reduksi >40%) dengan mengirimkan impuls aferen ke neuron I medula dan meningkatkan ventilasi. PO2 turun sampai 60 mmHg hanya pada saat-saat yang tidak biasa, seperti penyakit pulmoner berat / berkurangnya PO2 atmosfer, dan tidak terjadi pada respirasi normal. Hb masih 90% tersaturasi pada PO2 60 mmHg, namun menurun drastis di bawah 60 mmHg. Karena itu refleks kemoreseptor perifer ini merupakan mekanisme emergensi yang penting, karena PO2 yang sangat rendah akan melemahkan pusat pernapasan serta keseluruhan otak. Kemoreseptor perifer berespons terhadap PO2 darah, bukan total O2 darah. Karena itu, total O2 darah arteri dapat turun sampai level yang berbahaya tanpa respons dari kemoreseptor perifer. Total O2 dapat berkurang pada anemia, di mana Hb yang membawa O2 berkurang, atau pada keracunan CO, di mana Hb lebih mengikat CO daripada O2. Pada kedua kasus tersebut, PO2 arteri normal, sehingga respirasi tidak distimulasi, meskipun pengiriman O2 ke jaringan dapat berkurang sampai mengakibatkan kematian.




4.      Jelaskan bagaimana mekanisme pencernaan karbohidrat, lemak dan protein mulai dari mulut sampai bisa diserap usus halus
Jawab
a.      Karbohidrat
Karbohidrat dari makanan dalam mulut akan dihidrolisis oleh enzyme amylase saliva menjadi (1) maltosa contoh : pati,  selanjutnya è maltosa diusus akan dihidrolisis oleh enzym maltase yang dihasilkan oleh pancreas menjadi 2 molekul glukosa, (2) sukrosa akan dihidrolisis oleh enzyme sukrase menjadi 1 molekul fruktosa dan 1 molekul glukosa, (3) laktosa (gula susu) akan dihidrolisis oleh enzyme lactase menjadi 1 molekul glukosa dan 1 molekul galaktosa, lalu è glukosa, fruktosa dan galaktosa yang merupakan hasil akhir proses pencernaan karbohidrat akan diabsorpsi di usus halus dan nantinya masuk ke pembuluh darah yang akan dimetabolisme melalui proses glikolisis.
b.      Lemak
Lemak dalam makanan yang berupa lipid netral (trigliserid yang merupakan ester antara gliserol dengan 3 asam lemak) akan masuk ke dalam mulut yang akan dihaluskan dengan bantuan saliva dan proses pengunyahan sehingga memecah gumpalan lemak menjadi ukuran yang sangat kecil dan masuk ke dalam lambung, sejumlah kecil (<10%) trigliserida dicerna di lambung dengan bantuan enzyme lipase lingual yang disekresikan oleh kelenjar lingual didalam mulut dan ditelan bersama dengan saliva dan terjadi proses emulsifikasi lemak, proses emulsifikasi terjadi di dalam duodenum di bawah pengaruh empedu dan dengan bantuan garam empedu dan lesitin, terjadi pembentukan gelembung lemak yang akan dipecah oleh pengadukan dengan air di dalam usus halus menjadi lemak teremulsi, lalu dengan enzyme lipase yang berasal dari getah pancreas akan mencerna lemak teremulsi menjadi asam lemak bebas dan 2-monogliserida sebagai hasil akhir pencernaan lipid. Setelah memasuki sel epitel, hasil akhir ini akan diambil oleh reticulum endoplasma halus sel akan dilepaskan dalam bentuk kilomikron melalui bagian basal sel epitel, mengalir ke atas melalui duktus limfe torasikus dan menuju aliran darah.
c.       Protein
Protein dalam makanan dicerna menjadi : proteosa, pepton dan polipeptida, lalu masuk kelambung dimana HCl lambung akan mengaktifkan proenzim, sehingga terjadi denaturasi protein. Pada pH optimum enzim pepsin akan menghidrolisis protein dalam lambung, yang selanjutnya pencernaan akan dilanjutkan ke dalam usus halus bagian atas yaitu pada duodenum dan yeyunum, dibawah pengaruh enzim-enzim proteolitik dari sekresi pancreas (tripsin, kimotripsin, karboksipolipeptidase, dan proelastase) lalu tripsin dan kimotripsin akan memecah molekul-molekul protein menjadi polipeptida-polipeptida kecil, karboksipolipeptidase akan memecah asam amino tunggal, hanya suatu persentase protein kecil yang dicernakan sepenuhnya menjadi unsure-unsur asam amino oleh getah pancreas, yang kebanyakan tinggal sebagai dipeptida dan tripeptida, lalu tahap akhir pencernaan protein di dalam lumen usus yang dicapai oleh enterosit yang melapisi villi usus halus yang banyak mengandung enzim peptidase (aminopolipeptidase & dipeptidase) akan bertugas memecahkan sisa polipeptida yang besar menjadi bentuk tripeptida, dipeptida dan sebagian menjadi bentuk asam amino, yang akhirnya semua akan diubah menjadi bentuk asam amino tunggal sebagai hasil akhir pencernaan yang akan diteruskan untuk masuk kedalam peredaran darah.

5.      Jelaskan kenapa pada penderita diabetes mellitus ditemukan glukosa pada urinnya
Jawab
Reabsorpsi glukosa yang seharusnya terjadi di tubulus proksimal melalui : (1) transport aktif sekunder dengan simpotrt natrium, yaitu kotransporter Na + glukosa di membrane apical, (2) difusi terfasilitasi dengan pompa Na+, K+, ATPase di membrane basolateral, kedua hal ini seharusnya mengabsorbsi glukosa sehingga tidak keluar melalui urin.
Adanya glukosa pada urin (Glukosuria) merupakan salah satu gejala klinis penderita diabetes mellitus, adapun ditemukannya glukosaurin pada penderita diabetes mellitus disebabkan karena pada penderita diabetes mellitus kadar glukosa darah meningkat dengan penurunan pengeluaran hormone insulin (hipoinsulin) yang dihasilkan oleh pankreas tergantung tipe diabetes yang dialami, maka akan meningkatkan aktifitas kelenjar adrenal yang mengakibatkan banyaknya penguraian glikogen dan pembebasan glukosa dari hati, dan dengan menurunnya hormone insulin akan menyebabkan terganggunya pemecahan glikogen menjadi glukosa sehingga akan terjadi reabsorpsi glukosa dalam glomerulus. Disamping itu, penderita diabetes mellitus juga lebih cenderung mengalami gangguan fungsi ginjal yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah kapiler (mikroangiopati diabetic di dalam ginjal). Urine adalah cairan yang dihasilkan dari sisa metabolism dalam proses fisiologi tubuh manusia yang dibuang karena tidak dibutuhkan lagi didalam tubuh manusia juga sebagai mekanisme homeostasis terhadap cairan tubuh. Pengeluaran urin normal biasanya dibantu oleh hormone insulin, dan oleh karena hormone ini mengatur kadar glukosa dalam darah, maka urin seseorang yang menderita diabetes mellitus akan ditemukan adanya glukosa oleh karena terjadi kelainan kerja hormon insulin juga.


6.      Jelaskan mekanisme terjadinya pengeluaran urin
Jawab
Diawali dengan respons yang terjadi ialah kontraksi kandung kemih dan relaksasi otot pada dasar panggul yang terkoordinasi. Kandung kemih pada saat kondisi normal dapat menampung 600 ml urine. Namun, keinginan untuk berkemih (reflex miksi) dapat dirasakan pada saat kandung kemih terisi urine dalam jumlah yang lebih kecil (150 sampai 200 ml pada orang dewasa dan 50 sampai 200 ml pada anak kecil). Seiring dengan peningkatan volume urine, dinding kandung kemih meregang, mengirim implus-implus sensorik ke pusat mikturisi di medulla spinalis pars sakralis. Implus saraf para simpatis dari pusat mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi secara teratur. Sfingter uretra interna juga berelaksasi sehingga urine dapat masuk ke dalam uretra, walaupun berkemih belum terjadi.
Saat kandung kemih berkontraksi, implus saraf naik ke medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebral. Kemudian seseorang akan menyadari keinginannya untuk berkemih. Apabila individu memilih untuk tidak berkemih, sfingter urinarius eksterna dalam keadaan berkontraksi dan refleks mikturisi di hambat. Namun, pada saat individu siap untuk berkemih, sfingter eksterna berelaksasi, refleks mikturisi menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi sehingga terjadilah pengosongan kandung kemih yang efisien.

7.      Jelaskan mekanisme terjadinya kelelahan pada otot rangka atlet pelari jarak pendek (sprinter)
Jawab
Pelari jarak pendek (sprinter) adalah atlet lari dengan cara lari sprint berulang-ulang pada kecepatan maksimal. Umumnya, untuk mencapai kecepatan maksimal dalam berlari, dari garis start yang membutuhkan waktu sekitar 6 detik dan dilakukan dengan kecepatan dan intensitas tinggi. Sprinter ini membutuhkan kontraksi otot rangka yang kuat dan lama sehingga akan mengakibatkan kelelahan otot, yang disebabkan karena kecepatan penurunan glikogen otot. Oleh karena itu sebagian besar kelelahan otot mungkin terjadi akibat dari ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolic serat-serat otot untuk terus member hasil kerja yang sama. Selain itu penyebab terjadinya kelelahan otot pada sprinter juga diakibatkan oleh penyebaran sinyal saraf melalui hubungan neuromuscular akan menurun setelah aktifitas otot yang lama, sehingga mengurangi kontrasksi otot lebih lanjut. Hambatan darah yang menuju ke otot yang sedang berkontraksi juga mengakibatkan kelelahan otot karena kehilangan suplai makanan terutama kehilangan oksigen. Sehingga system kardiorespirasi juga sangat berpengaruh pada saat melakukan aktifitas yang berat seperti pelari jarak pendek.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kebidanan sebagai profesi

Organisasi Bidan di Dunia ICM